Senin, 19 November 2007

Titie Said - Ratu Film Indonesia

Kalau aku ditanya siapa ratu perfilman Indonesia? aku tidak akan menjawab Titi Kamal, Nia Dinata atau Christine Hakim tapi Titie Said... Siapa ya Titie Said? Kalau anda nonton bioskop sebelum film diputar selalu ada pernyataan dari Lembaga Sensor Film kalau Film tersebut telah lolos sensor dan perhatikanlah dibagian bawahnya selalu ada tanda tangan Titie Said sang ketua Lembaga Sensor Film. Beliaulah ratu film sesungguhnya karena diputar atau tidaknya sebuah film baik lokal maupun film impor berada dalam tangannya. Kalau Ibu Titie tidak suka dan tidak mau menandatangani pernyataan lulus sensor maka jangan harap film tersebut akan bisa beredar secara legal di bioskop-bioskop Indonesia. Nia Dinata boleh saja bikin film secanggih apapun atau Christine Hakim yang sudah kondang hingga keluar negeri namun tetap saja nasib mereka di Indonesia ini tetap ditentukan oleh Ibu Titie Said ini.


Setiap kali nonton film di bioskop sebelum film diputar aku selalu menemukan nama beliau terpampang di layar walaupun hanya beberapa detik saja. Ini telah aku perhatikan sejak bertahun-tahun. Sebagai penggemr film aku sering merasa kalau Ibu Titie Said ini sebagai orang paling beruntung di Indonesia karena beliau lah menjadi orang pertama yang melihat film-film yang akan beredar di bioskop. Keberuntungan ditambah lagi dengan dapat menyaksikan film secara utuh karena beliaulah yang akan menggunting adegan-adegan yang dirasa verboden ditonton masyarakat. Dalam alam fantasi liarku kadang sering kubayangkan kalau aku jadi Ibu Titie Said akan kukoleksi beberapa adegan yang kena sensor seperti misalnya adegan yang memperlihatkan pantat kencang Brad Pitt di film Troy. Tapi dalam kehidupan nyata seperti tidak mungkin Ibu Titie melakukan hal tersebut wong gambar pusar Fauzi Baadilah di poster film 9 naga aja kena sensor atau jangan-jangan malah sengaja kali ya supaya bisa menikmati keindahan perut sixpack Fauzi sendirian tanpa perlu membaginya dengan masyarakat umum.


Saat ini lembaga yang dipimpin bu Titie ini sedang mengalami gelombang protes dari para pekerja film Indonesia karena mereka menuduh Lembaga Sensor Film sering mematikan karya seni mereka sehingga para pekerja film Indonesia ini menuntut DPR untuk membubarkan LSF. Memang sih kadang-kadang LSF ini seperti tebang pilih, ada beberapa film yang dilarang beredar karena ada adegan yang dilarang namun di pihak lain ada juga film lain yang bisa beredar walaupun menampilkan adegan yang sama. Namun menurut aku sih lembaga sensor film masih sangat diperlukan karena walau bagaimanapun harus tetap perlu ada suatu badan yang mengawasi film-film yang akan beredar di masyarakat. Kalau badan semacam LSF ini sampai hilang bisa jadi layar bioskop Indonesia akan dibanjiri film-film sampah semacam filmnya Inneke Koesherawati dulu sebelum dia tobat. Aku ngga tau apakah LSF juga menyensor sinetron Indonesia? sebab semua orang juga tau kalau sinetron Indonesia itu dipenuhi sinetron-sinetron sampah yang dibuat tanpa menindahkan moralitas. Malah seharusnya sensor sinetron lebih ketat daripada sensor film bioskop sebab sinetron kan ditayangkan di layar TV secara bebas sehingga bisa ditonton siapa saja termasuk anak kecil yang tak didampingi orangtuanya. Berbeda dengan bioskop yang hanya dapat dimasuki oleh orang-orang tertentu saja. Mungkin Bu Titie Said perlu juga untuk membentuk badan serupa LSF yang khusus untuk mensensor sinetron, bisa dinamakan sebagai Badan Sensor Sinetron. Rasa-rasanya kerja LSS akan lebih berat daripada LSF karena sinetron Indonesia jumlah sangat banyak sekali.


Seandainya ada program pertukaran profesi maka aku ingin mengajukan diri untuk bertukar posisi dengan Ibu Titie Said ini. Wah rasanya pasti menyenangkan sekali bisa bekerja yang sesuai hobi. Kalau aku jadi Ibu Titie Said seluruh film horor akan aku sensor sebab aku benci film horor yang sering bikin aku kaget. Dan aku ngga akan menyensor segaal bentuk keindahan tubuh manusia seperti misalnya perut sixpack Fauzi Baadilah.

Tidak ada komentar: